Page

Wednesday, January 20, 2016

Belajar dari BEC, bahwa Agama Harus Dekat dan Menyebarkan Kebaikan Terhadap Sesama

Sharing session with BEC
School of Peace memasuki bulan ketiga, kami para peserta mengikuti modul ketiga dengan jadwal yang sangat padat. Salah satu program yang kami ikuti ialah mengunjungi beberapa komunitas. Saat ini kami mengunjingi Provinsi Batambang yang ada di Kamboja. Saya berada di group dua yang berkemsempatan bertemu dengan Buddhism for Education of Cambodia atau yang disngkat BEC. Dari komuntas ini kami belajar banyak mengenai program kerja yang mereka lakukan.
Ada lima program utama yang mereka lakukan: youth education program, prisoner education program, media dhamma talk program, children sponsorship program, and the poor and aged care program. Sangat menarik mengetahui dan mendengar langsung bagaimana komuntas biksu tersebut mepaparkan proses yang mereka lakukan dan tantangan apa saja yang selama ini mereka peroleh dari program yang mereka lakukan.

Terbentuknya BEC lahir dari seorang biksu, Ven. Rahula yang merupakan pendiri dan sekaligus executive director dari lembaga suwadaya masyarakat yang berbasis agama ini. Dia seorang biksu yang ramah dengan prinsip budhis yang kuat. Dia percaya bahwa agama harus memberikan kebaikan bagi setiap orang. Agama tidak harus menjadi penyebab konflik di dalam kehidupan masyarakat. Lebih jauh mengenal sosok biksu yang mempunya misi ingin menghilangkan jarak antara biksu dan masyarakat, khsusnya bagi generasi muda ini, dimulai dari latar belakang keluarga. Dia merupakan anak dari keluarga yang tidak mampu, berasal dari sebuah desa terpencil Kampong Thom, di provinsi phier pier. Pada usia 11 tahun dia memutuskan untuk menjadi biksu dengan mengikuti sekolah biksu yang ada di kuil di desanya. Karena di desa tersebut, tidak terdapat sekolah pada jenjang yang lebih tinggi, maka dia harus pindah ke Provinsi Battambang, yang saat ini manjadi tempat pergerakannya.
Banyak hal yang menarik yang dapat kita pelajari dari BEC. Namun hal yang paling menarik melihat konsep hubungan agama khususnya pemuka agama dengan masyarakat. Menghilangkan jarak yang saat ini semakin besar menjadi konsep yang menarik. Masyarakat Kamboja, seperti halnya pada masyarakat di Indonesia mengalami situasi yang sama. Terdapat jarak yang besar antara agama dan kehidupan mayarakat. Agama harsunya mampu menghilangkan jarak tersebut. Selian itu, konsep bahwa mereka tidak menyebarkan agama, mereka menyebarkan ajaran universal yang fokus pada lima prinsip kehidupan dalam ajaran budha: tidak minum berakhol, tidak menipu, tidak membunuh, tidak mencuri, dan tidak seks bebas. Hal yang penting juga dari BEC ialah, bahwa mereka harus selalu bersifat netral. Tidak berafiliasi dengan kelompok, terlebih dengan politik yang saat ini sangat popular di Indonesia. Mereka tidak ingin menjadi bagian dari kelompok yang selalu berselisi demi kekuasaan. Hal ini menjadi sangat penting bagi para pemuka agama di Indonesia, saat telah menjadi bagian parpol, bagaimana kemudian masyarakat dapat membedakan kata-kata tuhan atau kata-kata untuk memperoleh suara pemilih???
BEC menjadi organisasi yang muncul dari latar belakang agama namun mencoba menjawab tantangan masyarakat modern. Program yang mereka miliki saat ini sangat menarik. Mereka bahkan menggunakan radio sebagai bagian dari program yang penting untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Radio tersebut diperuntukan bagi biksu tidak hanya yang berasal dari Kamboja bahkan bisa menjadi media bagi bikus dari negara lain. Mereka menerima rekaman siar agama dan menyiarakannya pada jam selama 24 jam. Tentu saja mereka memiliki siaran dialog interaktif yang disiarkan setiap hari dari pukul empat sampai enam sore. Pada saat program interaktif, mereka sering menerima telepon dari pendengar yang ingin menanyakan perihal masalah yang mereka hadapi setiap hari dari perspektif budha.
Pendidikan bagi para tahanan menjadi program yang menarik. Ajaran budha melihat bahwa setiap orang memiliki kesempatan, setiap orang juga memiliki kejahatan dalam dirinya. Dengan tidak mengabaikan para napi, mereka bagian dari masyarakat yang memiliki kesempatan. Bahkan mungkin memiliki permasalahan yang lebih rumit. Dengan menghabiskan waktu dalam kesedihan dan penyesalan, tidak akan membawa mereka menuju ke kehidupan yang lebih baik. Dengan menyampaikan ajaran budha kepada mereka, setidaknya dapat memberikan kesempatan kepada diri mereka sendiri untuk mengembangkan diri mereka.
Pengembangan diri sendiri (self-development) menjadi proses yang harus ditemukan oleh seseorang. Perubahan harus diperoleh dengan dimulai dari diri sendiri, setidaknya begitu para biksu berfikir dalam melakukan perubahan. Namun, dibalik apa yang telah BEC lakukan, jelas masih menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana para biksu mengelola BEC sebagai sebuag LSM. Sebab, dari pertemuan yang saya lakukan bersama teman-teman peserta dari negara lain, kami tidak mendapatkan penjelasan yang banyal soal rencana jangka panjang dan jangka pendek dari organisasi tersebut. Bagaimana mereka mengevaluasi program yang telah mereka lalkulan dan menyusun rencana selanjutnya dari hasil eveluasi tersebut?


No comments:

Post a Comment