Page

Thursday, July 10, 2014

#TvoneMemangBeda: Trending Topic Worldwide!

Sumber klik sini
Pilpres baru saja usai, masing-masing calon mengklaim kemenangan mereka melalui hitung cepat (quick count) lembaga survai. Pasangan Jokowi-JK melalui sepuluh lembaga survai diantaranya suravi yang dilaksanakan RRI dan TVRI, Kompas, LSI, dll sudah dinyatakan unggul dibandingan pasangan Probowo-Hatta. Namun di televisi lain seperti TVone, RCTI, GlobalTV, dan MNCTv menyatakan bahwa pasangan nomor urut satu inilah yang unggul.

Lalu kemudian masyarakat mulai sanksi dengan hasil survai yang ditawarkan oleh televisi swasta. Dan mungkin dalam kasus ini baiknya menengok televisi publik seperti TVRI. Namun kenyataannya juga tidak ada yang mau melihat hasil hitung cepat yang ada di televisi milik kita bersama itu.

Masing-masing calon presiden berkeras bahwa suvai yang mereka jadikan patokan sama-sama kuat dan kredibel serta valid datanya. Salah satu televisi yang getol memberitakan hasil survai ialah TVone.
Televisi milik salah satu timses Prahara ini menampilkan hasil hitung cepat dari empat lembaga survai yaitu LSN, IRC, Puskaptis, dan JSI. Namun kemudian ada yang janggal dari hasil hitung cepat yang ditampilkan. Berdasarkan LSN: Prabowo-Hatta (50,80 %) dan Jokowi-JK (49,75 %), setelah di total akan menghasilkan jumlah 100,35%?! Wow, bagaimana bisa!


Tidak ada yang tau bagaimana hal bisa itu terjadi dan jangan tanyakan kepada saya?!. Namun beberapa orang mulai menjawab bahwa 0.35 % adalah makhluk astral. Kemudian di twitter hastag #TvoneMemangBeda menjadi trending topic worldwide. Tiba-tiba tv one menjadi pembicaraan hangat di twitter, termasuk penulis ikut meramaikannya (hahaha..!!). Banyak kemudian hal konyol yang mucul seperti mungkin saja kalau ada siaran ulang, Brasil bisa menang atas Jerman 7-1, dan masih banyak lagi hal konyol lainnya (silahkan cek sendiri)
 

Bukan hanya itu, kemudian muncul berbagai kesalahan televisi ini dalam pemberitaan. Hal ini sangat fatal bagi sebuah televisi berita yang selama ini dikenal kritis dalam mengangkat sebuah isu (bahkan cenderung memprofokator). Kredibilitas sebuah stasiun televisi yang mengkhususkan dirinya sebagai corong berita kini dipertanyakan. Mungkin ini yang dikawatirkan oleh Habermas soal ruang publik yang harus bebas dari politik dan pasar. Hal ini dimaksudkan agar media dan wartawan bisa benar-benar bebas dari segala kepentingan. Bisa pula memberitakan secara objektif seperti apa yang dikatakan oleh Denis McQuail.


Tapi sayang, media indonesia saat ini, melalui pemiliknya yang ikut dalam dunia politik bahkan ikut mencalonkan diri menjadi presiden (untung ga ada yang milih), telah mencemari media di Indonesia. Media kemudian menjadi sulit dibedakan antara mana yang benar-benar menjalankan fungsi jurnalistiknya dengan baik dan berimbang dan mana yang ditunggangi oleh kepentingan. Melihat seorang Sosiolog Jerman, Nikhlas Luhmman dalam bukunya The Reality of Mass Media, menyebutkan bahwa media memilliki sistem tersendiri, kode bahasa tersendiri. Mana kala telah tercampur dengan sistem politik atau sistem ekonomi yang berlebihan maka akan melahirkan media yang lebih mengutamakan kepentingan politik dan ekonomi. Tapi mungkin ada baiknya, bahwa TVone yang memang beda itu, saat ini berupaya menjadi model baru dalam pemberitaan bagi para jurnalis.. hehehe..!!!

No comments:

Post a Comment