Page

Sunday, April 29, 2012

Repalution: Momentum Bangkitnya Semangat Bermusik Anak Palu

Ini kali kedua Repalution digelar. Kali ini mengusung slogan "Poviata Must Go On". Kata "Poviata" sendiri merupakan Bahasa Kaili yang berarti "apa yang kita buat yang berhubungan dengan kreatifitas". Hal ini tentu saja sesuai dengan misi besar Repalution itu sendiri, menyediakan wadah bagi anak muda Kota Palu dalam bermusik yang lebih elegan. 
Repalition ke-2 dimeriahkan oleh sejumlah group band lokal di Kota Palu. Kurang lebih ada sekitar 9 group band dengan aliran musik yang berbeda-beda yang turut berpartisipasi seperti Klimaks, Lost Miabi, Pedati, Palu Drum & Percussion (PDP), Prapatan Reggae, Prince of Mercy, Remy, The Lyan Ghost, dan Veteranism.Penonton pun lebih ramai dengan didominasi anak muda.
Jika melihat sejarah festival musik, maka kita bisa sedikit menengok Festival Musik Woodstock di tahun 1969. Festival musik yang juga disebut sebagai bentuk budaya tanding ini didukung hampir 500. 000 yang sebagian besar anak muda dari berbagai penjuru dunia. Hal ini akhirnya menjadikan Festival Musik Woodstock 1969 bukan lagi sekedar suatu festival musik biasa, tapi menjadi sebuah gerakan dari anak muda yang menginginkan perubahan.
Repalution saat ini berusaha membangkitkan kembali budaya bermusik anak Palu yang selama ini ada namun tak nampak. Repalution seakan menjadi wadah bagi musik lokal Palu. Dan juga menjadi acuan dalam melihat kreatifitas bermusik anak Palu.
Saat ini Repalution mencoba kembali membangkitkan sekaligus membentuk sebuah budaya bermusik anak Palu. Walaupun kegiatan semacam ini tidak dapat dikatan baru, namun Repalution seakan membawakan suasana baru bagi anak Palu. 
Repalution memberikan ruang bagi semua aliran musik yang ada. Repalution tidak hanya menampilkan aliran musik yang paling di gandrungi saat ini, tapi juga menampilkan musik-musik kontemporer yang jauh dari kesan musik masa kini. Disinilah menaiknya, sebab anak muda yang hadir terlihat menghargai segala jenis musik yang ditampilkan. Tidak ada suara-suara sumbang saat para musisi memainkan alat musik tradisional seperti gimba atau lalove. Bahkan mereka terlihat sangat menikmati. Begitu juga saat group aliran musik reggee unjuk gigi, semua aman, semua larut dalam irama.