Page

Tuesday, August 27, 2013

"Shocking Boat": Traveling ala KINESIK..!!!

Berbicara mengenai pengalaman #NekadTraveler seperti yang di lakukan oleh duo Gofar (@pergijauh) dan Nila Tanzil (@nilatanzil) (dapat silihat disini telkomsel.com/nekadtraveler dan video tsel.me/TVCNekadTraveler), maka saya juga punya pengalaman yang cukup nekad! Namun sayangnya saat itu internet dengan akses yang cepat seperti saat ini belum mejamah kami, sehingga tidak bisa se-update mereka berdua (hehe...). Namun mungkin inilah saatnya saya berbagi pengalaman itu. Oke "nekad", begini ceritanya!




Saat itu saya masih begitu muda dan lugu (jangan artikan o'on). Tepatnya di tahun 2008, tergabung dalam Komunitas Intelektual Mahasiswa Ilmu Komunikasi (KINESIK) Fisip Universitas Tadulako (jangan tanya dimana dan jangan salah pengucapan, pengalaman pribadi setiap kali orang yang baru dengar nama Universitas Tadulako). Di tangan angkatan 2006 lah eksistensi organisasi program studi tersebut ditentukan di priode itu (#tsah). Kemudian dipenghujung masa kepemimpinan yang hanya setahun, munculah ide untuk melakukan traveling bersama. Agar kegiatan itu tidak sia-sia, maka kami mengemasnya dalam program "Komunikasi Goes to Morowali". Kabupaten Morowali yang ada di Sulawesi Tengah menjadi tujuan kegiatan itu. Pemilihan tempat karena terletak di pelosok, memiliki banyak remaja yang rentan dengan salah menggunakan teknologi, dan merupakan daerah yang rawan dengan konflik sosial, serta kami memiliki kenalan yang bisa melancarkan kegiatan nantinya, termasuk menyediakan tempat tinggal secara gratis.

Rencananya akan dilakukan sosialisasi mengenai penggunaan internet dan HP dikalangan remaja serta melaksankan pergelaran musik yang melibatkan para remaja dan anak muda. Karena kami ingin menjadikan momen ini sebagai traveling yang bermanfaat dipenghujung kepengurusan yang tidak hanya memberikan manfaat bagi kami tapi juga bagi tempat yang kami kunjungi.


Saya menganggapnya perjalan itu benar-benar nekad! Pertama, dengan dana terbatas kami tetap berangkat dengan sejumlah kegiatan yang akhirnya hanya pergelaran musiklah yang bisa dilakukan dan terbilang cukup sukses. Belum lagi kami akan menghabiskan waktu kurang lebih tiga minggu sesuai dengan jadwal yang telah kami susun. Kedua, perjalanan yang ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 jam dimana menggunakan satu buah mobil 'travel' bersama sejumlah barang bawaan (IDR 1.200.000,-) dan sisanya menggunakan motor pribadi yang beberapa buah motor minta berhenti untuk diservis sebentar saat diperjalanan. Ketiga, perjalanan "shocking boat" setelah kegiatan usai dan yang benar-benar nekad!

Walaupun dana apa adanya, akhirnya kami dapat melaksanakan satu kegiatan yaitu pergelaran musik. Hal ini bisa dilakukan karena kami sudah mempersiapkan dengan membawa sejumlah alat musik milik pribadi teman-teman yang dipinjamkan gratis. Sehingga kegiatan ini berjalan dengan lancar. Sedangkan untuk sosialisasi penggunaan internet, tidak bisa dilaksankan mengingat berbenturan dengan jadwal ujian anak sekolah yang menjadi target, serta tidak lengkapnya fasilitas pendukung. Akhirnya kegiatan ini kami putuskan untuk tidak dilaksankan dan fokus pada pergelaran musik yang sudah banyak peminatnya dengan banyak anak muda yang mendaftar. Ini lah bentuk traveling ala anak KINESIK :)


Lima belas jam dengan mengendarai motor merupakan pengalaman nekad bagi teman-teman yang pada saat itu merupakan pengalaman pertama mereka. Saat itu saya bersama dengan sejumlah barang tergunjang-gunjang dalam mobil travel mini bus. Sedangkan yang naik motor, setelah sampai di Desa Kolonodale, menceritakan pengalaman mereka yang hampir bertambrakan dengan mobil bus. Sehingga ada teman yang mencoba menghidar, dan hampir jatuh ke dalam jurang! Saya sebagai koordinator kegiatan jadi berfikir mungkin perlu mengasuransikan mereka sebelum mengikuti kegiatan ini?!

Dan ini traveling yang paling nekad yang pernah saya lakukan dan masih kepikiran hingga saat ini. Setelah kegiatan usai, ada waktu beberapa hari sebelum kembali ke rumah masing-masing. Pantai dengan pasir putih dan goa-goa dengan lukisan tangan di dinding-dindinganya sudah kami dengar dari cerita pemilik rumah tempat kami menginap sejak hari pertama tiba. Belum lagi batu payung yang tekenal itu. Sebuah patu karang yang menyembul dari dasar laut yang dalam, kemudian saat air laut surut terlihat seperti payung. Yang menariknya lagi, terdapat pula lukisan tangan peninggalan manusia yang hidup pada waktu itu.


Setelah usai kekiatan, saya sempat keletihan dan demam selama dua hari. Namun semua dapat diatasi dengan meminum obat yang tersedia di kios yang dekat dengan tempat tinggal kami. Saat belum pulih betul, godaan untuk mengunjungi tempat-tempat itu tidak bisa ditolak. Jadilah kami anak-anak muda harapan orang tua yang tidak mengenal perahu dan pantai sama sekali duduk rapi di atas perahu tanpa penyeimbang. Perahu itu hanya seperti sebuah batang pohon besar yang diiris salah satu sisinya dan kemudian dihilangkan bagian tengahnya agar tidak tenggelam dan bisa diduduki oleh penumpanganya. Saat  pertama melihat, kami semua ragu, ingin segera kembali ke kamar dan tidur. Namun bukan mahasiswa namanya kalau tidak mudah terprofokasi. Si bapak yang membawa kami berkata, "tidak apa-apa, ini aman. Masa hanya begini saja takut???", jadilah kami duduk manis dengan muka pucat tak bergerak, kaku!

Perhu itu menggunakan mesin untuk menjalankannya, namun agar mesin bisa digunakan maka harus didayung ketempat yang agak dalam. Saat itulah "shocking boat" tahap awal yang sudah sangat mempengaruhi psikologis kami terjadi. Namun entah mengapa kami tetap dapat tertawa-tawa dan sekaligus berteriak histersi! Perahu itu seperti benar-benar akan terguling dan memuntahkan kami ke laut yang dangkal tetapi mengerikan itu karena warna airnya yang hitam. Saat sudah dijalankan oleh mesin, perahu itu sudah stabil dan tidak mengejutkan lagi dengan tiba-tiba. Kami pun bisa lebih santai menikmati angin yang menerpa wajah kami dan sesekali berteriak histersi saat perahu menerjang ombak yang cukup besar.


Awalnya kami mengunjung pantai yang pasirnya putih dan banyak pohon kelapanya. Seperti kami lah orang yang pertama kali ada di pantai itu. Kami juga sempat memasuki hutan dan menemukan sisa-sisa air terjun, yang katanya kalau musim hujan akan ada air terjun setinggi kurang lebih 8 meter. Kemudian karena air laut sudah surut, maka saatnya menuju ke batu payung yang ada ditegah laut. Saat menuju ke objek wisata itu, angin mulai bertiup kencang, dan langit pun tiba-tiba mendung. Untuk mencegah terbawa arus, dan perahu membentur batu payung, kami hanya melihatnya dari jauh, berputar mengelilinginya. Sayangnya, tidak dapat lebih dekat untuk melihat cetakan tangan yang ada di batu payung itu.

Akhirnya cuaca yang mulai tidak bersahabat, mengharuskan kami untuk segera kembali. Dan disinilah "shocking boat" yang membuat otot-otot kami menegang dan urat-urat seperti hendak mau putus! Tiba-tiba mesin perahu itu berhenti berputar ditengah-tengah laut. Pantai dimana kami datang masih cukup jauh. Sebagian besar tidak tau berenang, jikapun ada yang pandai paling akan segera disapu ombak yang mulai bergelombang besar. Pada moment itulah kami seperti memiliki kekompokan bersama tanpa komando. Semua tidak ada yang bergerak sedikitpun, atau juga sudah kaku ketakutan!

Bapak yang membawa kami dengan bantuan seorang awak yang masih muda sibuk memperbaiki mesin perahu itu. Dia harus mengambil perkakas yang ada dibagian depan perahu itu, maka dengan santai dia berjalan di salah satu sisi perahu, alhasil kami semua seakan hendak terbalik, perahu itu seakan hendak terguling. Kami pun panik dan berusaha mendorongkan badan kesisi yang berlawanan agar seimbang. Mendengar penumpang baik pria maupun wanita yang menjerit histeris bapak itu hanya tersenyum lebar dan berkomentar ini tidak akan tenggelam. Oh ya??!! Bebrapa menit kemudian mesin kembali hidup, kami menuju bibir pantai, memang hanya itu yang kami inginkan!

"Shocking boat" tidak akan pernah saya lupakan dalam pengalaman traveling yang saya lakukan. Tidak hanya itu, traveling bersama anak-anak KINESIK pada waktu yang lalu tersebut menjadi pengalaman nekad travel yang paling nekad yang pernah saya lakukan. Inilah traveling ala anak KINESIK. Menjadikan moment itu sebagai moment kebersamaan diujung kepengurusan kami sebagai anggota organisasi himpunan Program Studi Ilmu Komunikasi. Saya bersyukur atas semuanya, termasuk bisa sampai di rumah dengan selamat! :)

5 comments:

  1. Wah! Kapan-kapan travelling lagi kaks, ke puncak Sumeru bolehlah. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti terinspirasi 5 cm.. hehe
      boleh, ayukkk... :D

      Delete
  2. langsung ke tkp,,, :)

    wah, punya banyak pengalaman nekad travel yah.. :)

    ReplyDelete
  3. Jauh banget di Sulawesi bang Y_Y
    Semoga dapat kerja yang gajinya besar yang liburnya cuma 2 kali setahun yang berdurasi 6 bulan setiap libur :D

    ReplyDelete
  4. Iya nih, kebanyakn dari kita atau yang tinggal jauh dari Sulwesi mikir untuk kesana. Lebih memilih keluar negri soalnya lebih murah dari urusan tiket. Hal ini sama aja ketika kami orang sulawesi juga merasa biaya perjalanan masih sangat mahal. Padahal, bukan maksud mempromosi, punya banyak objek wisata yang menakjubkan! :D

    ReplyDelete