Friday, October 28, 2011
bakubagiinfo: Ancaman Schistosomiasis terhadap Masyarakat Bada
bakubagiinfo: Ancaman Schistosomiasis terhadap Masyarakat Bada: Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam ge...
bakubagiinfo: Sepatu Boot: Pilihan Mencegah Penularan Schistosom...
bakubagiinfo: Sepatu Boot: Pilihan Mencegah Penularan Schistosom...: Shcistosomiasi tidak dapat dianggap remah. Harus mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan juga pemerintah serta seluruh pihak. S...
Thursday, October 27, 2011
Andai Malam Mampu Bicara
Mungkin dia akan bicara banyak
Tentang mimpi mereka yang terlelap nyenyak
Negeri yang indah
Bertemu kekasih
Atau terbang bag seekor burung
Andai malam mampu bicara
Mungkin dia akan bicara banyak
Tentang tidur orang-orang gelisah
Dunia yang gelap
Hidup yang sulit
Kelam
Andai malam mampu bicara
Dia tak akan tau mau bilang apa
Karena banyak tidur kini tanpa mimpi
Malam hampa
Tidur kosong
Mereka tak punya mimpi
Kini malam itu diam
Karena malam bukan untuk bicara
Malam untuk diam
Agar insan mampu terpejam
Untuk hari esok yg siap mengganti malam
(Tondo, 28 okt 2011)
Friday, October 21, 2011
Thursday, October 20, 2011
Memasuki Dunia Sihir Harry Potter Part 1

Selanjutnya, saya sudah memasuki dunia sihir layaknya anak baru yang melewati peron 9 3/4. Terpukau dengan dunia lain dibaliknya. Tanpa sadar, saya sudah duduk manis di salah satu gerbong dari Hoghwarts Express sambil menikmati coklat kodok. Kereta itupun melaju, namun saya lupa bawa barang-barang dan belanja buku-buku untuk semester awal saya yang ada di depan mata. Untunglah, Rebeus Hagrid bersedia menolong saya (thank's so much Hagrid)

Hagrid sudah berdiri dihadapan kami saat kami menuruni Hoghwarts Express. Beberapa penyihir baru yang terlihat sangat kurus, sibuk dengan koper bawaanya dan burung hantunya. Dengan kerlingan mata, dia menunjukan barang-baraangku yang ada disampingnya. Saya hanya tersenyum!


Dan ternyata saya dan teman-teman yang baru saya kenal tadi ditempatkan di asrama Griffindor. (to be continued!)
Wednesday, October 19, 2011
Brongkos: Manusia Berkepala Kaleng 1
Foto ini diambil saat Teater Api Surabaya tampil di Taman Budaya Palu. Mereka memainkan teater dengan judul "Brongkos"
Tondo: Heboh Mobil Terbakar dan Meledak
![]() |
Di depan rumah, ternyata sebuah mobil dengan merek avanza telah nyungsep di dalam selokan. Well, cuma itu. What??? Ada api yang menyala-nyala di bawahnya. Makin lama-makin besar, melahap sebagian dari mobil malang itu. Warga semakin banyak berdatangan. Mengerubungi. Beberapa orang sibuk memadamkan api dengan menyiramkan segala air yang ada. Namun malah, makin membesar, sepertinya si api pengen bilang "nih, gue si jago merah. Gak takut dengan air comberan loe semua!"
Tuesday, October 18, 2011
Brongkos
Sebuah teater dengan judul Brongkos dipertunjukkan di Taman Gor Palu. Adalah Teater Api yang dengan apik memainkan lakon tersebut. Komunitas teater yang berdiri sejak 30 Juli 1993 ini berusaha mengangkat realitas masyarakat yang diperbudak oleh perkembangan zaman. Bahkan, Brongkos ingin menunjukkan bahwa dunia ini palsu, tidak berotak dan tidak punya nyali.
Lakon tersebut bertempat di rumah sakit jiwa. Orang-orang gila yang diperbudak oleh moderenitas. Beberapa orang menjadi manekin, yang melambangkan moderenitas itu. Ada sebuah manekin wanita yang duduk di ayunan dengan menggunakan gaun merah. Nampak anggun, namun berkuasa.
Kemudian, beberapa orang memainkan lakon sebagai manusia yang tak berotak. Menuruti apa saja yang diinginkan sang sang penguasa. Ada yang mencoba memberontak, namun tak cukup mampu untuk melakukannya.
Brongkos, secara umum sulit untuk diterjemahkan bagi orang awam. Luhur Kayungga sebagai sutradara mencoba menggunakan berbagai simbol yang mampu menggambarkan pesan yang ingin disampaikan. Setelah menyaksikan pertunjukan tersebut, dan kemudian mendengarkan diskusi yang dilaksanakan sesudahnya, penonton akan semakin jelas dengan maksud dari pertunjukan tersebut. Bahkan semakin merasa takjub dengan lakon yang dimainkan dalam Brongkos.
Monday, October 17, 2011
Khianati Teman Demi Changcuters
Sampai di sana, kegiatan belum dimulai. Sms beberapa orang teman yang tertarik dengan kegiatan teater untuk datang. Disinilah penghianatan itu terjadi. Kata teman saya, dia sementara menuju ke Taman Budaya. Ok, saya tunggu! Teman yang lain bilang, saya bimbingan skripsi dulu ya De, tunggu kita. Ok, saya tunggu!
Saya tidak nyesel khianati teman-teman saya (maap ya), soalnya Cangcuters keren bangeeetttt.. Gokil, malam minggu itu semua gila-gilaan. Ada yang jumpelitan, ada yang geter-geter, ada yang kremian alias kecacingan, pokoknya malam itu semua lebur jadi satu, bergerak bersama dalam permainan musik yang membahana. Kita bersatu, kita bersama, bergandengan tangan. (???).
Friday, October 14, 2011
Hari semakin singkat saja
Seperti baru kemarin hari senin itu menjemukan berlalu
Kini dengan wajah muramnya menghadang tepat di depan ku
Siap dengan kejenuhannya
Selasa yg datar baru saja beranjak
Rabu yg tak menarik juga pergi tak terasa
Namun, kini mereka berdiri debelakang senin yang menjemukan itu
Kamis, mulai bergairah, sedikit
Dan jumat terlalu singkat
Mereka berdua, akan hadir dengan segera
Sabtu yg menyenangkan
Menggu yg melelahkan
Menyelinap dan terkadang telah ada di depan
Hari semakin singkat saja
Minggu kini bagai sehari
Hari mungkin tak lagi 24 jam
Jam kita saja yg mempermainkan kita
Hari semakin singkat saja
Kini dengan wajah muramnya menghadang tepat di depan ku
Siap dengan kejenuhannya
Selasa yg datar baru saja beranjak
Rabu yg tak menarik juga pergi tak terasa
Namun, kini mereka berdiri debelakang senin yang menjemukan itu
Kamis, mulai bergairah, sedikit
Dan jumat terlalu singkat
Sabtu yg menyenangkan
Menggu yg melelahkan
Menyelinap dan terkadang telah ada di depan
Hari semakin singkat saja
Minggu kini bagai sehari
Hari mungkin tak lagi 24 jam
Jam kita saja yg mempermainkan kita
Hari semakin singkat saja
Reorganize Eduteensmedia
Di awali dari keterlibatan atau tepatnya terpilih menjadi trainer of tarining The Habibie Center. Saya dan 9 orang pemuda lainnya mendapatkan pelatihan literasi media "Cerdas Bermedia untuk Toleransi". Kegiatannya akan dilaksanakan di empat sekolah di Kota Palu. Well, kegiatan itu berjalan dengan sukses dan akhirnya meninggalkan begitu banyak kesan.
Kemudian, bersama dosen dan teman-teman lainnya, termasuk teman yang terlibat dalam kegiatan literasi media tersebut, kami membentuk Eduteensmedia (www.eduteens-media.co.cc). Sebagai organisasi yang baru berdiri kami membutuhkan waktu untuk dapat mampu berjalan. Saat ini, dapat dikatakan kami masih merangkak. Tapi tidak jadi masalah, bukankah harus dimulai dari awal.
Tujuan organisasi ini adalah untuk memberikan pendidikan media kepada remaja di Sulawesi Tengah. Hal ini melihat kenyataan bahwa media dapat memberikan dampak negatif jika tidak cermat dalam menggunakannya. Namun sebaliknya, media akan sangat memberikan efek yang positif jika tepat menggunakannya.
Setelah sekian lama terbentuk, eduteensmedia masih belum ada pergerakan yang berarti. Hanya sebatas melakukan kegiatan-kegiatan kecil untuk orang-orang yang membutuhkan. Kali ini kami berusaha untuk kembali bangkit dan bergerak. Memang tak mudah, untuk itu butuh semangat dan dedikasi yang besar. Mungkin terlalu muluk jika saya mengatakan, untuk masa depan pemuda yang lebih cerdas dan damai. Semoga itu dapat menjadi kenyataan.
Wednesday, October 12, 2011
Lelaki Panggilan yang Kerja di Salon
Sebenarnya ini sangat menyebalkan. Diawali saat saya janjian dengan seorang teman. Saya lupa dia butuhkan apa dari saya. Waktu itu saya sudah kerja di sebuah perusahaan swasta. Saya suruhlah si teman itu, untuk datang ke kantor. Dengan deskripsi lengkap alamat kantor.
Sms: "Ingat pagar warna kuning ijo e..." (ala Palu).
Cukup lama menunggu akhirnya, si teman berjilbab itu datang.
Sms: "Saya sudah di depan kantormu ini. Kok salon???"
Sms: "Ha??? Tunggu saya keluar"
Astaga, ternyata parkir di depan Salon. Setelah dekat dengan dia,
"ekh, kau kerja di salon ini?" ketawa licik
"Kan, smsku kuning ijo pagarnya, kenapa berhenti di sini. Inikan orange!" kesel
"Kau kerja disini yah...." semakin licik
"Ini, pergi sana" ngasih barangnya. Ingat ini bukan barang haram. Cuma saya sudah lupa barangnya apa, xixix
"Ok, saya pergi. Selamat kerja di salon" bruuummmm.... brook.. broookkkkk... *melajuuu
"akhhh, sialllll..."
Kabar itupun tersebar (sesuatu yah), beberapa orang teman muncul di chatingan menanyakan hal itu (awas kalau ketemu!!!). Kemudian saya mencoba menjelaskan pekerjaanku. Saya itu kerjanya di perusahaan penyedia jasa program akutansi. Kemudian beberapa orang minta penjelasan lebih. Kerjaku mengawasi penggunaan program keuangan. Jadi, paling sering ditelepon kalau ada gangguan atau masalah dengan program yang mereka gunakan. Ehhhh, malah mereka bilang saya lelaki panggilan. *hancur harga diri! Ibarat, barang mungkin ini barang pecah belah yang diletakan dengan kasar *praaaanggggg.....!!!
Tapi sudahlah, bukankan manusia harus tetap bersukur *mengutip dialog dalam film Kartini dan Sebuah Sketsa, xixix. Yang penting saya enjoy dengan kerjaan sebagai lelaki panggilan dan tetap tidak terima dibilang kerja di salon. Seperti gak ada kerja lain ciiinnnnn.... yuk marieee...
Sms: "Ingat pagar warna kuning ijo e..." (ala Palu).
Cukup lama menunggu akhirnya, si teman berjilbab itu datang.
Sms: "Saya sudah di depan kantormu ini. Kok salon???"
Sms: "Ha??? Tunggu saya keluar"
Astaga, ternyata parkir di depan Salon. Setelah dekat dengan dia,
"ekh, kau kerja di salon ini?" ketawa licik
"Kan, smsku kuning ijo pagarnya, kenapa berhenti di sini. Inikan orange!" kesel
"Kau kerja disini yah...." semakin licik
"Ini, pergi sana" ngasih barangnya. Ingat ini bukan barang haram. Cuma saya sudah lupa barangnya apa, xixix
"Ok, saya pergi. Selamat kerja di salon" bruuummmm.... brook.. broookkkkk... *melajuuu
"akhhh, sialllll..."
Kabar itupun tersebar (sesuatu yah), beberapa orang teman muncul di chatingan menanyakan hal itu (awas kalau ketemu!!!). Kemudian saya mencoba menjelaskan pekerjaanku. Saya itu kerjanya di perusahaan penyedia jasa program akutansi. Kemudian beberapa orang minta penjelasan lebih. Kerjaku mengawasi penggunaan program keuangan. Jadi, paling sering ditelepon kalau ada gangguan atau masalah dengan program yang mereka gunakan. Ehhhh, malah mereka bilang saya lelaki panggilan. *hancur harga diri! Ibarat, barang mungkin ini barang pecah belah yang diletakan dengan kasar *praaaanggggg.....!!!
Tapi sudahlah, bukankan manusia harus tetap bersukur *mengutip dialog dalam film Kartini dan Sebuah Sketsa, xixix. Yang penting saya enjoy dengan kerjaan sebagai lelaki panggilan dan tetap tidak terima dibilang kerja di salon. Seperti gak ada kerja lain ciiinnnnn.... yuk marieee...
Numpang Gaul di Stepmagz, Hihaaaa...!!!
Selain nulis di blog pribadi ini, saya juga menulis di media lain (biar gaga, seperti orang-orang beken). Tapi lebih sering menulis status di FB dan ngetwit di twitter, xixix. Buat saya, terserah sih mau menulisnya di mana, asal bisa menyalurkan apa yang terpendam dan tidak memendam apa yang tersimpan. Karena kata dokter bisa berpengaruh terhadap kesehatan!!! (oh yaaa???)
Mari kembali membahas keterlibatan saya di stepmagz. Anak baru, yang sok gaul, dengan tulisan-tulisan yang sebagian anggota stepmagz menyebutkan "terlalu berat". Emang saya nulisnya di batu?. Padahal, saya sudah berusaha menulis yang ringan-ringan, misalnya tentang tetangga sebelah rumah, tetangga yang kawin lagi, cerai lagi, sampai yang berselingkuh (what???). Well, sedikit tentang stepmagz, majalah online yang khusus anak muda. Anak-anaknya pada gaoul gitu (gaul maksudnya). Keran gitu. Pokoknya yang gitu-gitu dech....
Terserah lah, tapi tujuanku adalah memiliki media untuk menyalurkan dan mengasah kemampuan menulis. Kata orang sih, kalau seseorang tidak menulis, pasti dia akan hilang dengan sendirinya (lupa, kata siapa). Intinya saya tidak mau hilang. Saya tidak mau dilupakan karena saya narsis (???). Jadi Intinya lagi, saya tidak mau hilang begitu saja. Kalau tiba-tiba ada alien yang menculik diri saya bagaimana? Atau saya lupa ingatan dan dianggap anak sama seorang kaisar atau seorang raja yang juga lupa ingatan, hayooo??? Inti dari segala inti, ayo kita menulis!!! (Kali aja jadi duta menulis se Indonesia??? *teeenggggkkk)
Hari ini sama seperti hari kemarin
Hari ini seperti hari kemarin. Bangun, sedikit guling sana guling sini. Terkadang tidur kembali, kaget, cepet-cepat menuju kamar mandi. Setelah itu, langsung menuju warung nasi kuning di depan kost. Tentunya dengan mengenakan baju donk...
Biasanya, saya masih sempat nonton TV, ngaca, update satus di FB dan Twitter (jangan lupa add & follow me, xixix), dan nyanyi (jiahahaa). Ini yang buat saya lambat ke tempat kerja, belum lagi jarak rumah kantor yang lumayan jauh. Harus melewati bukit, lembah, pohon-pohon, persis ninja Hatori dech...
Sampai di Kantor, yang lain sudah pada datang. Langsung segera isi daftar hadir. Coba bayangkan, lambat satu menit, gajimu akan dipotong senilai satu jam. Ini yang membuat saya tidak suka, (fiufffhhhhh...)
Di kantor, sebelum turun lapangan saya sempatkan diri untuk baca koran, dan yang paling utama untuk online :).
Biasanya, saya masih sempat nonton TV, ngaca, update satus di FB dan Twitter (jangan lupa add & follow me, xixix), dan nyanyi (jiahahaa). Ini yang buat saya lambat ke tempat kerja, belum lagi jarak rumah kantor yang lumayan jauh. Harus melewati bukit, lembah, pohon-pohon, persis ninja Hatori dech...
Sampai di Kantor, yang lain sudah pada datang. Langsung segera isi daftar hadir. Coba bayangkan, lambat satu menit, gajimu akan dipotong senilai satu jam. Ini yang membuat saya tidak suka, (fiufffhhhhh...)
Di kantor, sebelum turun lapangan saya sempatkan diri untuk baca koran, dan yang paling utama untuk online :).
Monday, October 10, 2011
Karena Kita Masih Muda
Aku tak sadar bahwa kita muda
Mudakah kita?
Seperti gerimis pada hujan
Seperti pucuk pada pohon
Karena kita masih muda
Aku tak tahu itu
Kita muda
Mudah terjebak
Mudah putus asa
Mudah menyesal
Mudah melupakan
Kini, apakah aku muda?
Aku tak mau muda
Tapi aku sadar aku muda
Karena kau juga muda
Aku mau
Karena kita masih muda
Mudakah kita?
Seperti gerimis pada hujan
Seperti pucuk pada pohon
Karena kita masih muda
Aku tak tahu itu
Kita muda
Mudah terjebak
Mudah putus asa
Mudah menyesal
Mudah melupakan
Kini, apakah aku muda?
Aku tak mau muda
Tapi aku sadar aku muda
Karena kau juga muda
Aku mau
Karena kita masih muda
Friday, October 7, 2011
Ibu
Tak terkira ungkapan untuk
menggambarkan keikhlasanmu
Tak terkira lagu tercipta untuk mengungkapkan
kasih sayangmu
Bagiku, kau lebih dari itu
Apakah harus aku menuliskan kata-kata itu
untukmu?
Apakah harus aku melantunkan syair-syair
lagu untukmu?
Jika itu pintamu
Aku mau
Untuk ibuku, aku kan
menggambarkanmu lewat tatapan cintaku kepada sesama
Untuk ibuku, aku akan menyanyikan
lagu sayang lewat baktiku kepada dunia
Karena aku mencintaimu
Ibu
(1 Oktober 2011)
Thursday, October 6, 2011
Kacau: pembuatan Film ke-3
Sebelumnya, entah bagaimana ide membuat film muncul di benakku. Itu begitu menggebu-gebu. Begitu kuatnya dan dengan dukungan dari teman-teman, film pertamaku dengan judul "Me vs The Dark" rilis. Tidak sempurna dan begitu hancur *setelah saya nonton kembali, hehe... :)
Kemudian di tahun 2011 ini, saya kembali bersemangat menggarap sebuah film "Kartini dan Sebuah Sketsa" (judul sementara). Disela-sela pembuatan film tersebut, saya juga membuat film "White Candle". Kali ini saya begitu percaya diri, khususnya untuk film kartini itu. Tujuan dari pembuatan film kartini adalah untuk mengikuti kompetisi film pendek dengan tema "cerita cinta". Dua bulan proses suting menguras tenaga, waktu, dan materi.
Setelah semua selesai direkam, akhirnya masuk proses pengeditan. Disinilah masalah besar terjadi. Gambar yang saya ambil sebelumnya banyak yang tidak sesuai dengan keinginan saya. Entah mengapa saya tidak menyadari itu. Apakah ini pengaruh jadi sutradara dan sekaligus kameramen (waktu itu kameramen izin). Atau saya terlalu terburu-buru. Namun yang pasti, untuk kembali mengambil gambar itu sangat tidak mungkin. Apalagi deadline tinggal beberapa hari. Apakah tidak usah diikutkan saja, atau diikutkan dengan segala kekurangan yang ada? entahlahhhh...
Kemudian di tahun 2011 ini, saya kembali bersemangat menggarap sebuah film "Kartini dan Sebuah Sketsa" (judul sementara). Disela-sela pembuatan film tersebut, saya juga membuat film "White Candle". Kali ini saya begitu percaya diri, khususnya untuk film kartini itu. Tujuan dari pembuatan film kartini adalah untuk mengikuti kompetisi film pendek dengan tema "cerita cinta". Dua bulan proses suting menguras tenaga, waktu, dan materi.
Setelah semua selesai direkam, akhirnya masuk proses pengeditan. Disinilah masalah besar terjadi. Gambar yang saya ambil sebelumnya banyak yang tidak sesuai dengan keinginan saya. Entah mengapa saya tidak menyadari itu. Apakah ini pengaruh jadi sutradara dan sekaligus kameramen (waktu itu kameramen izin). Atau saya terlalu terburu-buru. Namun yang pasti, untuk kembali mengambil gambar itu sangat tidak mungkin. Apalagi deadline tinggal beberapa hari. Apakah tidak usah diikutkan saja, atau diikutkan dengan segala kekurangan yang ada? entahlahhhh...
Karena Aku Binatang
Sudah berapa gelas alkohol ini ku
teguk. Dahagaku tak pernah terpenuhi. Semakin kuteguk, semakin ku haus. Seakan minuman
ini menguap sebelum menyentuh tenggorokanku. Yang tersisa hanya rasa dahaga
yang semakin bertambah. Aku hanyala seorang lelaki penikmat kebebasan. Aku
selalu menghabiskan malam disebuah bar yang ada di kotaku. Setelah sinar
mentari mulai melenyapkan gelap, berulah aku beranjak pergi. Menuju pelukan
sang kekasih. Bagiku dunia adalah surga. Sangat bodoh jika tidak menikamti surga
itu. Dunia adalah wanita, dan sangat bodoh pula jika tidak menikmati wanita
yang ada di muka bumi ini. Jadi wanita dalah surga. Setidaknya begitula aku
memandang dunia dan wanita. Ada Clara yang seksi, Cristine yang mau diapakan
saja. Atau Yunita yang merelakan segalanya untukku. Belum lagi wanita-wanita
lain yang bersedia aku gauli kapan saja aku mau. Dasar bodoh!
Aku melewati lorong yang panjang dengan botol minuman ada
di genggamanku. Seekor ayam jantan berkokok dari balik tembok yang tinggi. “Kau
jantan”, bisik ku. Aku tertawa! Kemudian aku tiba disebuah perkarangan rumah. Aku
tak tahu ini rumah siapa, namun yang pasti salah seorang dari kekasihku yang
bodoh. Dengan setengah sadar aku memasuki pekarangan rumah itu. Namun aku
merasa aneh, seakan tempat ini asing bagiku. Tapi aku yakin ini hanyalah
pengaruh minuman yang ku teguk. Ku gedor pintu kayu rumah itu dengan botol
minuman yang ada di tanganku. Sesaat kemudian terdengar langkah seseorang yang
tergesa-gesa. Kemudian terdengar kunci pintu rumah itu diputar, dan pintu
terbuka. Dibaliknya berdiri seorang wanita menggunakan gaun putih. Akan tetapi
lebih mirip sebuah mukena.
“Kamu? Ada apa?”
“Sayang, izinkan aku masuk dulu. Baru kamu bertanya” aku
langsung menyeruak ke dalam rumah. Lagi-lagi ruang tamu itu terasa aneh bagiku.
Kemudian aku berbalik, lalu berkata “ayo lah sayang, kenapa masih berdiri di
situ. Masuklah bersamaku” tanganku mengisyaratkan gerakan mengajak.
“Kamu mabuk. Pergi dari sini!” wanita itu sedikit jual mahal
“Akhhh… biasanya kamu tidak banyak protes aku mabuk atau
tidak. Ayolah, ku berikan yang kamu mau, kita bercinta!” bujuk ku seraya
tersenyum penuh nafsu
“Pergi kamu! Keluar
dari rumahku” Pinta wanita itu dengan nada yang mengancam
“Baiklah, aku pergi” aku berjalan ke arah pintu sambil berkata
“Tenang sayang, aku tak akan menyakitimu”. Setelah dekat dengannya, aku
berbisik ketelinganya “aku akan memberikanmu kenikmatan”, kemudian aku langsung
memeluknya.
Wanita itu terkejut dan berusaha melawan, ku dekap dia erat. Bahkan
tanganku mungkin telah membekam mulutnya. Ku tendang pintu dengan kakiku. Tanganku yang babas, memutar kunci pintu itu
lalu melemparkannya begitu saja jauh ke dalam rumah. Wanita itu terus meronta,
namun aku semakin menggila. Ku seret tubuhnya ke sofa. Dia malah semakin liar,
aku semakin terbakar nafsu. Ku tindis tubuhnya, dengan kasar ku robek gaun
putihnya. Di kini menangis, aku tak tersentuh dengan air matanya. Kemudian
semuanya menjadi gelap, aku tak tahu apa-apa!
***
Entah berapa lama aku tertidur. Saat aku bangun, ternyata aku
berbaring di lantai sebuah ruang tamu. Sebuah kaligrafi dalam bingkai kaca tepat di hadapanku. Haruf-hurufnya
yang berwarna emas indah dan halus. Ku pegang kepala ku yang terasa pening,
sementara pikiran ku berusaha menyadarkan diriku. Mencari sisa-sisa ingatan
sebelum aku tak sadarkan diri. Wanita itu? Ah, salah satu dari mereka. Aku
tersenyum mengingat betapa nikmatnya subuh tadi. Walaupun aku tak benar-benar
tahu seperti apa tepatnya, namun aku yakin dia terpuaskan olehku. Aku tersenyum
puas!
Aku bangkit dari posisi tidur. Kini aku duduk dengan kaki
lurus ke depan. Ku sapu pandanganku berkeliling. Ruang tamu ini diterangi cahaya
yang masuk dari cela-cela gorden yang diberikan menggantung. Kemudian aku sadar
kalau aku dalam keadaan bugil. Langsung ku raih celanaku yang ada di lantai,
saat aku hendak mengenakannya celana itu, dibasahi oleh cairan berwarna merah.
Ku endus, berbau amis. Baunya seperti darah. Dan ternyata, banyak darah yang
berceceran di lantai. Darah itu mengarah ke dalam rumah. Dengan masih keadaan
bugil, aku masuki rumah itu lebih jauh. Darah dilantai itu semakin banyak, mengarah ke sebuah
ruangan. Saat aku masuk ke dalam ruangan itu aku langsung menoleh ke sebelah
kanan, betapa terperanjatnya diriku. Seorang wanita terbujur kaku dengan wajah
menghadap lantai. Di dekatnya gagang telepon menggantung. Sesaat aku ragu mau
berbuat apa, namun aku penasaran dengan wajah wanita itu. Dengan kasar ku
balikan tubuh wanita itu. Wajah wanita itu lebih mengejutkanku dari kejutan
apapun yang pernah aku alami atau terima. Bukan luka yang menganga di
keningnya, bukan darah yang memenuhi seluruh wajahnya. Tapi identitas wanita
itu yang menghantamku tepat dibuah zakarku.
“Sial, kenapa terjadi begini. Arghhhh, anjing” ku tinggalkan
wanita itu. Aku menuju kamar mandi. Ku bersihkan seluruh darah yang ada di
tubuhku dan pakaianku. Kemudian dengan sangat tenang aku meninggalkan rumah itu.
Dan aku yakin tak akan ada yang tahu bahwa aku pernah meniduri wanita itu!
***
Setelah kejadian itu, hidupku seperti biasanya. Tidak ada
yang berubah. Aku masih menghabiskan malam ku di bar tempat aku biasa meneguk
minimum favorit ku. Namun aku berusaha untuk tidak terlalu mabuk, karena aku
tidak ingin kejadian salah rumah terulang kembali.
Saat aku meneguk cairan yang ada di gelas terakhir ku, wajah
wanita itu kembali muncul. Tak ada yang aku takuti, atau aku sesali. Hanya saja
mengapa aku bisa begitu tak tahu apa yang aku lakukan.
Wanita itu adalah Khairunnisa, seorang janda yang baru
ditinggal mati suaminya dua bulan yang lalu. Dia sendiri. Dia cantik, sangat
cantik. Namun dia bukan janda sembarangan. Dia seorang wanita soleha. Pernah
terlintas di benak ku untuk menikahi janda kaya itu. Akan tetapi aku sadar, wanita
baik hanya untuk lelaki baik. Aku tak pernah ingin menyentuh wanita itu dengan
cara seperti itu, bahkan sampai melukainya dan membuatnya tak bernyawa. Akan
tetapi, setidaknya aku pernah menikmati tubuhnya. Aku tertawa puas dengan
diriku. Puas? Bahkan aku tak ingat kejadiannya seperti apa? Mungkin saja wanita
itu merontah dan membuat kepalanya terbentur di lantai atau benda keras
lainnya. Atau aku sendiri yang membenturkan kepalanya ke lantai sebelum aku
menggaulinya. Arggghhh, kenapa aku begitu mabuk malam itu? Ku salahkan diriku.
“Kenapa kau menyalahkan dirimu?” Suara kecil dalam diriku
berbisik. “Bukankan selama ini kau menyalahkan ayahmu yang ulama itu? Ayahmu
yang bagai nabi itu?” lanjut suara itu. Kemudian aku kembali terkenang pada
ayahku yang telah tewas beberapa tahun yang lalu. Lelaki itu adalah seorang
ulama terpandang di kota ku. Sejak kecil, ilmu agama telah menjadi santapan ku.
Aku menerima segalanya dengan senang hati. Seakan nyawa ini langsung tercabut
dari raga jika aku tak melaksanakan ajaran agama. Omong kosong!
Aku yang dulu begitu patuh terhadap lima waktu. Ayat-ayat
suci Al-Quran bagaikan anak sungai yang mengalir dari bibir ku. Aku menjadi
burung beo yang mampu melafalkan 30 juz dengan benar dan sangat baik.
Aku juga masih ingat saat malam itu. Malam yang merubah
segalanya dalam hidupku. Di awali dengan hubungan diam-diam yang aku jalani
dengan Siti. Wanita soleha yang menjadi tetanggaku. Sejauh itu, hubungan kami
masih normal. Bertemu, diam, saling menatap, berbicara sedikit, lalu kembali
ke rumah masing-masing. Tiba-tiba ayah tahu segalanya, entah siapa yang memberi
tahu. Mungkin saja kursi taman tempat kami berjumpa yang berkhianat, atau
jendela kamar yang setiap malam aku lompati hanya untuk mengucapkan selamat
tidur kepada Siti yang ingkar?
Ayah murka, kami berdebat. Ayah kuat dengan pandangnnya bahwa
dalam islam tidak boleh pacaran. Aku kekeh dengan pembelaan bahwa kami hanya
bertemu biasa dan tidak pernah terjadi apa-apa. Kemudian aku minta ke ayah agar
meminang Siti untuk ku. Ayah semakin murka, katanya jadi benar kalau kau sudah
pernah tidur dengan Siti. Kau masih sekolah, mengapa kau minta segera menikah?
Aku membela diri, namun kata orang lebih didengarkan dari kata anaknya sendiri.
Kau adalah aib bagi ayah. Kau mencoreng agama dan nama baik. Kau bukan anak
ayah. Bahkan sebelum lelaki itu memutuskan hubungan bapak dan anak, aku merasa
dia bukan lagi ayahku yang menjadi panutan ku. Aku pergi, dan melupakan semua
hal itu. Persetan dengan segalanya!
Sejak kejadian itu, aku ingin melakukan apa yang dulu
dilarang oleh ayahku. Dan ternyata dia bohong. Dia menyebunyikan kenikmatan itu
dari diriku. Surga dunia yang dipisahkan dari penghuni surganya. Dan setiap
rasa bersalah atas perbutanku saat itu, yang kusalahkan adalah ayahku. Hingga
saat ini aku tak pernah merasakan rasa bersalah itu atas perbuatanku. Aku tak
takut. Aku manusia tanpa rasa takut!
Kejadian tewasnya Khairunnisa sedikit mengganggu ku. Aku tidak
takut atas apa yang telah aku lakukan. Bahkan, Tuhan sekaligus datang
menghukum ku atas kematian wanita itu, aku siap menantangnya. Namun, yang
meresahkan ku, masih normal kah aku sebagai seorang manusia? Bukankan manusia
diberikan berbagi rasa. Dan aku telah kehilangan rasa takut. Aku membatin!
Ku tinggalkan bar itu. Aku berjalan melawati jalan yang gelap.
Dari balik semak, terdengar suara erangan. Sepasang mata menatap ku, dalam
gelap. Aku diam, ku raih sesuatu lalu ku lemparkan kearah mata itu. Tepat
mengenainya, terdengar bunyi lengkingan, lalu binatang itu lari. Mungkin seekor
anjing kudis, bisik ku. Yah seekor anjing, binatang!
Kemudian aku terus berjalan. Dinginnya malam membekamku. Aku
tak memiliki tujuan. Aku binatang. Aku bukan manusia. Pikiran itu muncul dalam
benakku. Aku sama dengan anjing, aku sama dengan hewan lain. Aku bukan manusia.
Semakin mempengaruhi ku. Tapi mengapa aku seperti manusia? Mengapa aku masih berjalan dengan kedua kakiku?
Mengapa aku masih menutupi tubuhku dengan benang? Aku binatang, berlakulah
seperti binatang! Kini benar-benar merasuki pikiran ku.
Aku tak bisa seperti ini. Aku binatang. Seharusnya binatang
tak seperti manusia. Binatang tak hidup seperti manusia. Aku binatang buas, aku
kejam. Binatang buas tak memiliki rasa takut. Binatang buas harusnya hidup di
hutan. Aku tak layak mengatakan rumah seperti rumah milik manusia adalah
rumahku. Aku harus ke hutan. sebab di sanalah rumah binatang buas. Aku binatang!
Aku terus berjalan, meninggalkan
keramaian kota kecil ku. Aku terus berjalan meninggalkan wanita-wanita manusia
itu. Kini aku terus berjalan, seperti binatang. Kini aku berjalan tanpa pakaian
milik manusia, karena binatang tidak memakai baju dan celana. Menuju sungai,
menuju hutan dan gunung. Aku pergi untuk menjadi binatang seutuhnya. Karena aku
binatang!
Toaya, 30
Agustus 2011
adenuriadinsubandi
PNS
Aku hanyalah seorang mahasiswa yang baru memperoleh gelar sarjana strata satu dari sebuah universitas negeri. Saat ini, pontang panting mencari pekerjaan. Dunia pekerjaan seakan sebuah dunia mistis yang tidak dapat ditembus begitu saja. Butuh kemampuan supranatural tinggi atau setidaknya berbekal jimat sakti. Entah sudah berapa eksemplar ku layangkan lamaran pekerjaanku. Bahkan list daftar perusahaan telah habis ku contreng. Namun nihil. Hingga detik ini tak pernah ada jawaban yang pasti. Aku merana dalam penantian yang tak jelas!
Namaku adalah Arie Nuansya. Aku dipanggil Arie. Tak perlu aku
gambarkan ciri fisik ku. Namun lelaki yang bernama Arie ini, adalah seorang
teguh dengan pendirianya. Mempertahankan idealisme dalam dunia yang merayu.
Kekeh dengan apa yang disebutnya prinsip dalam hidup, yakni kejujuran! Hal itu
yang mungkin menjadikan diriku hanya ingin bekerja sesuai dengan idealisku.
Kalian tau apa alasannya? Aku hanya menilai jika aku bekerja tidak sesuai
dengan apa yang tidak aku inginkan, maka aku tak akan benar-benar melakukan pekerjaan
itu dengan baik. Hasilnya, tak akan ada sebuah profesionalitas. Aku akan menjadi
tumpul, lemah, dan sampah!
Atas dasar itu, entah mengapa aku menjadi tak menginkan
pekerjaan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Tak perlu aku jelaskan lebih
rinci mengapa? Dulu, aku masih ingat ayah pernah begitu memaksa ku agar aku mau
menjadi PNS. Waktu itu, setelah aku wisuda, di ruang keluarga ayah berkata
kepadaku.
“Rie, ijazahmu sudah keluar?” aku mengalihkan pandanganku
dari televisi ke ayah yang sedang membaca koran.
“Sudah Pa” jawabku datar, kembali menyaksikan tayangan
televisi
“Papa masih punya jabatan. Masih bisa dengan mudah jadikan
kamu PNS”. Aku berusaha mencari tau arah pembicaraan ini. Kemudian ayahku
kembali berkata. “Hari senin kamu bisa masuk kerja di kantor papa”. Suaranya
terdengar tenang dari balik Koran.
“Pa, Arie tidak ingin jadi PNS”
“Kenapa tidak mau?” menghentikan membaca, menurunkan sedikit
korannya, menatap ku dengan kacamata yang melorot ke hidung!
“Ya” aku ragu “Arie malas saja jadi PNS” hanya itu yang telintas
dalam benakku
“Kenapa malas. Lihat papa, PNS tidak selamanya tidak punya
apa-apa”.
“Bukan gaji yang saya permasalahkan, Pa”
“Kalau begitu apa?”
“Sudah lah pak, Arie tidak ma…”
“Papa tidak ingin anak papa, punya masa depan yang tidak
jelas”
“Pa, apanya yang tidak jelas? Arie sekarang lagi berusaha”
“Untuk apa repot-repot melamar pekerjaan sana-sini dan tidak
ada hasilnya” nada suaranya mulai meninggi. Kemudian ayahku melanjutkan, “kamu jadi
tenaga honorer saja dulu di kator papa. Bulan depan ada penerimaan PNS. Baru kamu
ikut!”
Aku tidak mau sore ini menjadi sebuah pertengkaran antara ayah
dan anak hanya karena PNS. Maka aku memilih diam. Aku tahu papa ingin agar
anaknya sukses dikemudian hari. Tapi sukseskan tidak harus menjadi PNS. Masih
banyak cara lain. Bukankan kita diajarkan untuk tidak mudah menyerah. Gagal planning A, kita masih punya planning B, C, dan mungkin sampai Z. Tapi
PNS tidak masuk ke dalam salah satu rencanaku.
Entah mengapa aku tak sedikit pun tertarik untuk menceburkan
diriku ke dalam pekerjaan itu. Semenjak aku bergabung ke dalam gerakan mahasiswa
anti korupsi saat kuliah, seakan semua menjadi jelas. Penggelapan terlalu
nyata, kecurangan tak perlu ditutup-tutupi. Kau anak siapa, dan kau punya
berapa, itu yang berlaku. Aku masih ingat seorang senior harus dilarikan ke rumah
sakit karena percobaan bunuh diri. Dia mengikuti tes CPNS, sudah membayar
puluhan juta dari hasil jual kebun milik bapaknya. Namun naas, dalam daftar
pengumuman namanya tak tercantumkan. Sementara itu, uang puluhan juta itu pun raib
etah kemana? Saat itu keluarganya benar-benar sudah tidak punya apa-apa lagi!
Aku masih ingat saat teman-teman berhasil membongkar kasus penggelapan
dana renovasi sejumlah sekolah. Miliaran rupiah untuk sebuah bangunan, yang
sedikit saja gempa menggoyang bumi, pasti akan ambruk seketika. Saat itu, aku
tak ada di Indonesia. Aku sementara mengikuti pertukaran pemuda ke Canada.
Namun teman-teman tetap saling mengabarkan informasi. Bahkan mereka mengirimkan
data-data yang mereka temukan ke emailku. Entah mengapa, badai yang siap
membokar kezaliman itu lambat laun menjadi angin sepoi-sepoi. Lama kelamaan
bahkan tak berhembus lagi. Kata teman-teman, kasusnya sementara diusut oleh
pihak yang berwenang. Yang anehnya, teman-teman yang tadinya begitu berapi-api,
sekan tak peduli dengan kelanjutan kasus itu. Sampai gelar sarjana berada
diakhir namaku, kasus itu hanya menjadi salah satu dari sejumlah kasus-kasus
yang terlupakan.
Saat itu aku sadar, semua adalah permainan. Hanya sebuah
sandiwara. Layaknya para pemain sandiwara, mereka memperoleh imbalan dari peran
mereka. Seberapa besar? Yang pasti besar, karena mampu menyumpal mulut-mulut
serigala kelaparan yang setelah dijejali makan langsung berubah menjadi kucing
peliharaan! Itulah sistem pemerintahan. Aku alergi! Jika masuk ke dalam sistem
yang rusak, maka akan ikut rusak. Sekuat apa, pasti tak akan mampu bertahan.
Ibarat sebuah mobil, sebuah onderdil baru yang digunakan bersamaan dengan
onderdil yang telah rusak semuanya, tak mampu membuat onderdil lain menjadi
baru. Bahkan onderdil itu dalam hitungan hari akan rusak dan menjadi bagian
dari onderdil yang lainnya. Sistem yang rusak!
***
Seiring berjalannya waktu, tuhan sepertinya belum memberikan
jalan yang cerah dengan karirku. Ayah pun telah bosan membujuk ku. Dibiarkannya
saja aku. Katanya, “terserah kamu maunya
apa”. Untungnya, ini bukan sebuah
permusuhan antara ayah dan anak. Ini lebih kepada kebebasan yang diberikan oleh
seorang ayah kepada anak laki-lakinya dalam menentukan pilihan hidup. Atau ayah
sudah dapat menebak hasilnya seperti apa? Aku akan menyerah, dan kembali
membuat rencana bersama-sama dengannya! Mungkin seperti itu, sebab idelasiku
semakin tergerus oleh waktu. Oleh tanggu jawab!
Akhirnya, aku benar-benar menyerah. Aku kembali pada ayah
untuk mengikuti apa yang sejak awal diinginkannya. Mungkin dia benar, PNS dalah
nasibku. Toch, banyak orang yang jadi PNS tapi tetap mampu berkreatifitas,
mengasah kemampunnya. Aku mencoba mencari sesuatu yang bisa menguatkanku. Itu
saja!
Di satu sore, di ruang keluarga aku memulai percakapan dengan
ayah.
“Pa, Arie mau bicara” aku sedikit ragu
“Bicara apa?” jawabnya datar, sambil menyaksikan berita di
televisi
“Tentang”, aku bingung memulainya dari mana. “Tentang
pekerjaan. Arie mau jadi tenaga honorer”, ayah menatapku. Suara pembaca berita
terdengar sedang menginformasikan KPK yang berhasil membongkar kasus korupsi
seorang pejabat
“Kamu yakin?” ayah seakan tidak percaya
“Ya, tapi saya tidak mau jadi nonorer di kantor Papa. Saya
mau di kantor yang sesuai dengan disiplin ilmu ku” tawar ku. Ayah tertawa,
mengeleng-gelengkan kepalanya.
“Mana anak Papa yang dulu? Sudah bosan dengan semua?” nada
suaranya penuh ketidakpercayaan.
“Arie, hanya tidak ingin menjadi anak yang tidak mampu
berbakti kepada orang tua” jawabku datar
“Arie, Papa memang sangat ingin kamu jadi PNS. Tapi itu dulu”
, menatap ku lekat-lekat. “Sekarang Papa sadar, banyak hal yang bisa dilakukan.
Papa juga minta maaf, karena selama ini Papa tidak pernah mendukungmu” dia
menarik nafas dalam-dalam, menghembuskan, lalu kembali berkata, “kamu yakin mau
jadi tenaga honorer?”.
“Yaa a, yakin pak” aku ragu!
“Sekarang Papa tidak ingin kau jadi PNS” seraya mengambil
kopi yang ada di atas meja, menyeruput, lalu meletakkannya kembali.
“Maksud Papa?” seakan aku tidak percaya dengan apa yang
dikatakannya.
“Papa sekarang sedang mengembangkan usaha rumput laut. Semua
sudah Papa persiapkan. Dan Papa minta kamu yang mengelola usaha ini” ayah
berkata penuh semangat. “Ini kan juga sesuai dengan disiplin ilmu kamu”
lanjutnya. “Bagaimana?”
Aku seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan ayah. Lelaki
cukup berumur itu, secara diam-diam mencoba memahami ku. Ayah, entah apa yang
membuatnya berubah, namun kali ini dia lah ayah yang sangat membanggakan di
suluruh dunia. Aku hanya mampu menjawab dengan senyuman bangga. Senyum seorang
anak, yang tidak akan menyia-nyiakan sebuah kepercayaan!
Palu (Anoa-Trimedia, 22/09/2011)
Subscribe to:
Posts (Atom)